Kamis, 17 November 2016

kualiti midwiferi inservice



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus.. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas hidup (quality of life).  Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan.Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana ,dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance Program ).
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi kepada individu perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan tersebut, baik klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan hukum. Untuk itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang di maksud kualitiy midwifery  inservice?
2.      Bagaimana persiapan SDM bidan berbasis kompetensi
3.      undang-undang praktik implikasi dan praktek kebidanan?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana kualitiy midwifery  inservice
2.      Untuk mengetahui persiapan SDM bidan berbasis kompetensi
3.      Untuk mengetahui undang-undang praktik implikasi dan praktek kebidanan
D.    Manfaat
1.      Memberikan informasi tentang kuality midwifery inservice, persiapan SDM bidan berbasis kompetensi, dan undang-undang praktik implikasi dan praktek kebidanan
2.      Berguna sebagai bahan acuan untuk mengetahui kuality midwifery inservice, persiapan SDM bidan berbasis kompetensi, dan undang-undang praktik implikasi dan praktek kebidanan








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Kuality Midwifery Inservice (Mutu Pelayanan Kebidanan)
Mutu adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan. Contoh bahwa : sebagian orang beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu itu bila dilaksanakan tepat waktu, ramah tamah, penuh perhatian dan mampu dibayar sesuai dengan tingkat ekonominya. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (steak holder) akan merasa puas kalau dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan teknologi kesehatan yang mutakhir serta kebebasan melaksanakan otonomi profesi. Sedangkan penyandang dana akan mementingkan dimensi efisiensi penggunaan sumber dana dankewajaran pembiayaan pelayanan kesehatan, sehingga menghindarkan kerugian penyandang dana.
Menurut Azhrul Aswar Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Sedangkan Mary R. Zimmerman mengemukakan Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan.
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumenJadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
1.      Persepsi pelayanan kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
Adapun Persepsi Mutu pelayananan Terdiri dari :
a.       Menurut Pasien/ Masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali
b.      Menurut Pemberi Layanan Kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
c.       Menurut penyambung dana / Asuransi penyandang menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnyaupaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
d.      Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat, yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e.       Menurut Administrator Kesehatan layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.
f.       Menurut ikatan profesi keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
                          i.      Dimensi mutu pelayanan kebidanan
Mutu merupakan konsep yang multidimensional, oleh sebab itu setiap tenaga kesehatan (bidan, perawat, dan tenaga lainnya) perlu mengetahui berbagai dimensi mutu agar unit pelayanan selalu dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu serta memenuhi harapan pasien atau masyarakat.Dimensi mutu mencakup :
1)      Dimensi Kompetensi Teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
2)      Dimensi Keterjangkauan atau Akses Artinya layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
3)      Dimensi Efektivitas Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.  Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
4)      Dimensi Efisiensi Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
5)      Dimensi Kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
6)      Dimensi Keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
7)      Dimensi Kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
8)      Dimensi Informasi Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
9)      Dimensi Ketepatan Waktu agar berhasil, layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien)
10)  Dimensi Hubungan Antarmanusia adalah hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
2.      Terminologi jaminan mutu
Menjaga mutu (Quality Assuarance= QA) sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu. Menurut Donabedian A menjaga mutu termasuk kegiatan-kegiatan yang secara periodik atau kontinu menggambarkan keadaan dimana pelayanan dissediakan. Pelayanannya dimonitor dan hasil pelayanannya diikuti. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dapat dicatat, sebab-sebab dari kekurangan itu dikemukakan, dan dibuatkan koreksi yang diperlukan sehingga menghasilkan perbaikan kesehatan dan kesejahteraan.
Menurut Palmer Heather dari universitas Harvard mendefinisikan QA adalah suatu prosespengukuran mutu, menganalisa kekurangan yang ditemukan dan membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan yang diikuti dengan pengukuran mutu kembali untuk menentukan apakah peningkatan telahtercapai. Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus, suatu kegiatan yang menggunakan standar pengukuran.
Dirjen Binkemas 1999 jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah suatu proses upaya yang berkesinambungan, sistematik, obyektif dan terpadu dalam menemukan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan serta menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai kemampuan yang adadan menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
3.      Bentuk-bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan
Bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
a.       Jaminan Mutu Prospektif
Adalah jaminan mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan, upaya terutama ditujukan pada unsure masukan dan lingkungan.
Contohnya :
·         Standarisasi, untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu perlu ditetapkan standarisasi fasilitas pelayanan kesehatan.
·         Perizinan, setelah terpenuhinya standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang akan ditinjau secara berskala.
·         Sertifikasi, tindak lanjut dari perizinan, memberikan sertifikasi kepada fasilitas dan profesi kesehatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu.
·         Akreditasi bentuk dari sertifikasi, kepada fasilitas dan profesi kesehatan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
b.      Jaminan Mutu Konkuren
Adalah suatu bentuk jaminan mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Perhatian utama tertuju kepada proses dimana proses itu diukur dengan standar yang telah ditetapkan, jika pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan tersebut kurang bermutu. Jaminan mutu konkuren ini paling baik, tetapi sulit dilakukan dan sering terjadi bias untuk menghindarkan  bias maka pengamatan dilakukan oleh “ Peer atau Tim”
c.       Jaminan Mutu Retrospektif
Jaminan yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan.Contohnya :
Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dilakukan dengan mengulas balik catatan medic dan wawancara.
4.      Manfaat program jaminan mutu
Program jaminan mutu bermanfaat untuk :
a.       Menyadarkan kembali para petugas kesehatan terutama di puskesmas dan unit-unit pelayanan agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar.
b.      Pelayanan kesehatan akan efisen dan efektif segingga pelayanan kesehatan dapat menjakau lebih banyak (pemerataan sumber daya kesehatan dan hasil (out come) pelayanan akan lebih memenuhi harapan masyarakat.
c.       Menimbulkan rasa kepuasaan dan terlindungi dalam memberikan pelayanan kesehatan karena pelayanan kesehatan yang diberikan berdasarkan standar, sehingga angka kesembuhan akan meningkat.
d.      Pelayanan kesehatan akan mampu bersaing dalam masyarakat
e.       Mempermudah mendapat akreditasi
f.       Melaksanakan jaminan mutu berarti kita melaksanakan amanat UU Kesehatan No. 23/1992.
5.      Prinsip Jaminan Mutu
a.       QA berorientasi ke depan mempertemukan kebutuhan harapan pasien dan masyarakat. QA meminta komitmen untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien atau masyarakat. Tim kesehatan bekerja sama dengan masyarakat untuk mempertemukan tuntunan dan kebutuhan pelayanan preventif.
b.      QA focus pada system dan proses. Dengan focus pada analisis proses penyampaian atau pelaksanaan pelayanan kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas demikian juga outcome. Pendekatan QA mengikuti provider dan menejer untuk mengembangkan secara mendalam, suatu persoalan (problem).
c.       QA menggunakan data untuk analisis proses pelaksanaan pelayanan kesehatan. Suatu pendekatan konsultatif yang sederhana untuk analisis sebab akibat berdasarkan data dan fakta.
d.      QA mendorong suatu pendekatan tim dalam pemecahan masalah dan peningkatan mutu.Pendekatan partisipasi menawarkan dua keuntungan. Pertama, hasil produk teknik kemungkinan bermutu lebih tinggi karena masing-masing anggota tim membawakan prospek yang unik-unik. Kedua, anggota staf kemungkinan lebih menerima dan mendukung perubahan di mana mereka dapat membantu pengembangannya. Dengan demikian partisipasi dalam peningkatan mutu membangun consensus dan mengurangi perlawanan.
6.      Standar Mutu Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a.       Standar Pelayanan Umun (2 standar)
b.      Standar Pelayanan Antenatal (2 standar)
c.       Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
d.      Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e.       Standar Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar).
B.     Persiapan SDM Bidan Berbasis Kompetensi
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi kepada individu perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan tersebut, baik klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan hukum. Untuk itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
Untuk kualifikasi pendidikan bidan yang berbasis kompetensi, yaitu:
  1. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III Kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
  2. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola dan pendidik.
  3. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
Kemudian, dalam pengaturan tenaga kesehatan terkait dengan system yang kita kenal sebagai sertifikasi, registrasi dan lisensi, di tahun 2012 ini akan mulai dilaksanakan uji kompetensi yang dikenal dengan EXIT EXAM yaitu proses uji kompetensi bagi calon tenaga kesehatan yang sudah menyelesaikan pendidikannya dan akan memasuki dunia kesehatan.
C.    Undang-Undang Praktik Implikasi Dalam Praktik Kebidanan
Praktik kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan. Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya.
Berkaitan dengan praktik bidan terdapat reformasi peraturandengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 berkaitan praktik bidan, dimana peraturan ini juga diperbaharui dan dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Berikut ini isi dari BAB III Peraturan Menteri KesehatanNomor 1464/Menkes/ Per/X/2010 yang membahas tentang penyelenggaraan praktik.
Pasal 9Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
  1. Pelayanan kesehatan ibu,
  2. Pelayanan kesehatan anak,
  3. Pelayaan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
  1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dibrikan pada masa prahamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui da masa antara dua kehamilan.
  2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat  meliputi :
a.       Pelayanan konseling pada masa prahamil,
b.      Pelayanan antenatal pada kehamilan normal,
c.       Pelayana persalinan normal,
d.      Pelayanan ibu nifas normal,
e.       Pelayanan ibu menyusui, dan
f.       Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
3.      Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a.       Episiotomi,
b.      Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II,
c.       Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan,
d.      Pemberian tablet Fe pada ibu hamil,
e.       Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas,
f.       Fasilitasian/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif,
g.      Pembrian uterotonika pada maajemen aktif kala tiga dan post partum,
h.      Penyuluhan dan konseling,
i.        Bimbingan pada kelompok ibu hamil,
j.        Pemberian surat kematian, dan
k.      Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
1.      Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah.
2.      Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk :
a.       Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisisasi menyusu dini, injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 – 28 hari), dan perawatan tali pusat,
b.      Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk,
c.       Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan,
d.      Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah,
e.       Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
f.       Pemberian konseling dan penyuluhan,
g.      Pemberian surat keterangan kelahiran, dan
h.      Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12 :Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk :
1.      Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dan
2.      Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1.      Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a.       Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan, pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit,
b.      Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter,
c.       Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan,
d.      Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan,
e.       Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah,
f.       Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas,
g.      Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya,
h.      Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi, dan
i.        Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
2.      Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
1.      Bagi bidan ayang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2.      Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3.      Dalam hal daerah sebagimana dimaksud pada ayat 2 telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku.
Pasal 15
1.      Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
2.      Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program Pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
1.      Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
2.      Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3.      Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
1.      Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi peryaratan meliputi :
a.       Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
b.      Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan, dan
c.       Memiliki sarana peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.      Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum dalm lampiran peraturan ini
Pasal 18
1.      Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a.       Menghormati hak pasien.
b.      Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan:
c.       Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani tepat waktu:
d.      Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
e.       Menyimpan rahasia pasien sesuai peraturan perundang undangan :
f.       Melakukan pencataatn asuhan kebidanan dan peraturan lainnya secara sistematis.
g.      Mematuhi standar
h.      Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan  termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
2.      Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
3.      Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan  harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Pasal 19 :Dalam melaksanakan praktik/kerja bidan mempunyai hak :
1.      Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar:
2.      Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dati pasien dan/keluarganya;
3.      Melaksanankan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar, dan
4.      Menerima imbalan jasa profesi.
























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mutu adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negara itu. Dia harus mampu meberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.

B.     Saran
Diharapkan pada pembaca agar dapat meningkatkan pelayanan yang baik serta dapat menambah pengetahuan tentang standar kompotensi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar