BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang
termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk
dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua
elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya
secara terus menerus.. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa
masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas
hidup (quality of life). Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu
semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan
kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer
akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan
kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu
dilakukan terus menerus.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan.Upaya tersebut jika dilaksanakan
secara terarah dan terencana ,dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan
nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance Program ).
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas
utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi kepada individu
perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan tersebut, baik
klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan hukum. Untuk
itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan
untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :
1.
Apa
yang di maksud kualitiy midwifery
inservice?
2.
Bagaimana
persiapan SDM bidan berbasis kompetensi
3.
undang-undang
praktik implikasi dan praktek kebidanan?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kualitiy
midwifery inservice
2. Untuk mengetahui persiapan SDM bidan berbasis
kompetensi
3. Untuk mengetahui undang-undang praktik
implikasi dan praktek kebidanan
D.
Manfaat
1.
Memberikan informasi tentang kuality
midwifery inservice, persiapan
SDM bidan berbasis kompetensi, dan undang-undang praktik implikasi dan praktek
kebidanan
2.
Berguna sebagai bahan acuan untuk mengetahui
kuality midwifery inservice, persiapan
SDM bidan berbasis kompetensi, dan undang-undang praktik implikasi dan praktek
kebidanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kuality Midwifery Inservice (Mutu Pelayanan Kebidanan)
Mutu
adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan
berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang
kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Contoh bahwa : sebagian orang beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang
bermutu itu bila dilaksanakan tepat waktu, ramah tamah, penuh perhatian dan
mampu dibayar sesuai dengan tingkat ekonominya. Bagi penyelenggara pelayanan
kesehatan (steak holder) akan merasa puas kalau dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan teknologi kesehatan yang mutakhir serta
kebebasan melaksanakan otonomi profesi. Sedangkan penyandang dana akan
mementingkan dimensi efisiensi penggunaan sumber dana dankewajaran pembiayaan
pelayanan kesehatan, sehingga menghindarkan kerugian penyandang dana.
Menurut
Azhrul Aswar Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi. Sedangkan Mary R. Zimmerman mengemukakan Mutu pelayanan
kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan
melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi
pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter,
karyawan.
Secara
umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas
secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan
secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen. Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk,
akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan
kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
1.
Persepsi
pelayanan kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan
seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan
kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi
yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan.
Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang,
pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
Adapun
Persepsi Mutu pelayananan Terdiri dari :
a.
Menurut Pasien/
Masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan
dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu
menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya
penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa
puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali
b.
Menurut
Pemberi Layanan Kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan
ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam
setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir,
dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan
kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi,
dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
c.
Menurut
penyambung dana / Asuransi penyandang menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu
layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan
dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat
menjadi efisien. Selanjutnya, upaya
promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan
kesehatan semakin berkurang.
d.
Menurut
Pemilik Saran Layanan Kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang
bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu
menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan
kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat, yaitu padatingkat
biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e.
Menurut
Administrator Kesehatan layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan
kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan.
Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu
tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan
prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan
perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan
membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam
menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi
layanan kesehatan.
f.
Menurut
ikatan profesi keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan
kesehata akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan
kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai
dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan berubah menjadi suatu
kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya
malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
i.
Dimensi
mutu pelayanan kebidanan
Mutu merupakan konsep
yang multidimensional, oleh sebab itu setiap tenaga kesehatan (bidan, perawat,
dan tenaga lainnya) perlu mengetahui berbagai dimensi mutu agar unit pelayanan
selalu dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu serta memenuhi
harapan pasien atau masyarakat.Dimensi mutu mencakup :
1)
Dimensi
Kompetensi Teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau
kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana
pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah
disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal,
mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada
kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan
jiwa pasien.
2)
Dimensi
Keterjangkauan atau Akses Artinya layanan kesehatan harus dapat dicapai
oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan,
biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat
menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya
berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara
sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi berkaitan
dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah
sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan
kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien
harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh
pasien.
3)
Dimensi
Efektivitas Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati
atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan
berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini
bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat,
konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan
disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat
pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan
sesuai dengan kondisi. Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan
dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi
relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam
standar layanan kesehatan.
4)
Dimensi
Efisiensi Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi
efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan
yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan
kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien,
memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien.
Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih
intervensi yang paling efisien.
5)
Dimensi
Kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai
dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur
diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke
layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien
terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan
yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
6)
Dimensi
Keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi
layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman
dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu
harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
7)
Dimensi
Kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan
kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong
pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan
kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan
kesehatan.
8)
Dimensi
Informasi Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi
yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan
itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada
tingkat puskesmas dan rumah sakit.
9)
Dimensi
Ketepatan Waktu agar berhasil, layanan kesehatan harus dilakukan dalam
waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan
peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien)
10) Dimensi Hubungan Antarmanusia adalah hubungan antara
pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen),
antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan,
rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan
antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan
cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi
perhatian, dan lain-lain.
2.
Terminologi
jaminan mutu
Menjaga mutu (Quality Assuarance= QA) sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu. Menurut Donabedian A menjaga mutu
termasuk kegiatan-kegiatan yang secara periodik atau kontinu menggambarkan
keadaan dimana pelayanan dissediakan. Pelayanannya dimonitor dan hasil
pelayanannya diikuti. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dapat dicatat,
sebab-sebab dari kekurangan itu dikemukakan, dan dibuatkan koreksi yang
diperlukan sehingga menghasilkan perbaikan kesehatan dan kesejahteraan.
Menurut Palmer Heather dari universitas Harvard
mendefinisikan QA adalah suatu prosespengukuran mutu, menganalisa kekurangan
yang ditemukan dan membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan yang diikuti
dengan pengukuran mutu kembali untuk menentukan apakah peningkatan
telahtercapai. Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus, suatu
kegiatan yang menggunakan standar pengukuran.
Dirjen Binkemas 1999 jaminan mutu pelayanan kesehatan
adalah suatu proses upaya yang berkesinambungan, sistematik, obyektif dan
terpadu dalam menemukan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan serta
menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai kemampuan yang
adadan menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
3.
Bentuk-bentuk
jaminan mutu pelayanan kesehatan
Bentuk jaminan mutu
pelayanan kesehatan dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
a.
Jaminan Mutu Prospektif
Adalah jaminan mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan
kesehatan diselenggarakan, upaya terutama ditujukan pada unsure masukan dan
lingkungan.
Contohnya :
·
Standarisasi, untuk menjamin pelayanan
kesehatan yang bermutu perlu ditetapkan standarisasi fasilitas pelayanan
kesehatan.
·
Perizinan, setelah terpenuhinya standarisasi
perlu diikuti dengan perizinan yang akan ditinjau secara berskala.
·
Sertifikasi, tindak lanjut dari perizinan,
memberikan sertifikasi kepada fasilitas dan profesi kesehatan yang telah
memenuhi persyaratan tertentu.
·
Akreditasi bentuk dari sertifikasi, kepada
fasilitas dan profesi kesehatan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
b.
Jaminan Mutu Konkuren
Adalah suatu bentuk jaminan mutu yang dilaksanakan
bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Perhatian utama tertuju
kepada proses dimana proses itu diukur dengan standar yang telah ditetapkan,
jika pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan
tersebut kurang bermutu. Jaminan mutu konkuren ini paling baik, tetapi sulit
dilakukan dan sering terjadi bias untuk menghindarkan bias maka
pengamatan dilakukan oleh “ Peer atau Tim”
c.
Jaminan Mutu Retrospektif
Jaminan yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan
diselenggarakan.Contohnya :
Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dilakukan dengan
mengulas balik catatan medic dan wawancara.
4.
Manfaat
program jaminan mutu
Program jaminan mutu
bermanfaat untuk :
a.
Menyadarkan kembali para petugas kesehatan
terutama di puskesmas dan unit-unit pelayanan agar selalu memberikan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar.
b.
Pelayanan kesehatan akan efisen dan efektif
segingga pelayanan kesehatan dapat menjakau lebih banyak (pemerataan sumber
daya kesehatan dan hasil (out come) pelayanan akan lebih memenuhi harapan
masyarakat.
c.
Menimbulkan rasa kepuasaan dan terlindungi
dalam memberikan pelayanan kesehatan karena pelayanan kesehatan yang diberikan
berdasarkan standar, sehingga angka kesembuhan akan meningkat.
d.
Pelayanan kesehatan akan mampu bersaing dalam
masyarakat
e.
Mempermudah mendapat akreditasi
f.
Melaksanakan jaminan mutu berarti kita
melaksanakan amanat UU Kesehatan No. 23/1992.
5.
Prinsip
Jaminan Mutu
a.
QA berorientasi ke depan mempertemukan
kebutuhan harapan pasien dan masyarakat. QA meminta komitmen
untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien atau masyarakat. Tim
kesehatan bekerja sama dengan masyarakat untuk mempertemukan tuntunan dan
kebutuhan pelayanan preventif.
b.
QA focus pada system dan proses. Dengan
focus pada analisis proses penyampaian atau pelaksanaan pelayanan
kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas demikian juga outcome. Pendekatan QA
mengikuti provider dan menejer untuk mengembangkan secara mendalam, suatu
persoalan (problem).
c.
QA menggunakan data untuk analisis proses
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Suatu pendekatan
konsultatif yang sederhana untuk analisis sebab akibat berdasarkan data dan
fakta.
d.
QA mendorong suatu pendekatan tim dalam
pemecahan masalah dan peningkatan mutu.Pendekatan partisipasi
menawarkan dua keuntungan. Pertama, hasil produk teknik kemungkinan bermutu
lebih tinggi karena masing-masing anggota tim membawakan prospek yang
unik-unik. Kedua, anggota staf kemungkinan lebih menerima dan mendukung
perubahan di mana mereka dapat membantu pengembangannya. Dengan demikian
partisipasi dalam peningkatan mutu membangun consensus dan mengurangi
perlawanan.
6.
Standar Mutu Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan
meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Standar Pelayanan Umun (2 standar)
b.
Standar Pelayanan Antenatal (2 standar)
c.
Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
d.
Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e.
Standar Pelayanan Kegawatdaruratan
Obstetri-neonatal (9 standar).
B. Persiapan SDM Bidan Berbasis Kompetensi
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang
mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi
kepada individu perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan
tersebut, baik klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan
hukum. Untuk itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk
dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan
untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
Untuk kualifikasi pendidikan bidan yang berbasis
kompetensi, yaitu:
- Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III Kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
- Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola dan pendidik.
- Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
Kemudian, dalam pengaturan tenaga kesehatan
terkait dengan system yang kita kenal sebagai sertifikasi, registrasi dan
lisensi, di tahun 2012 ini akan mulai dilaksanakan uji kompetensi yang dikenal
dengan EXIT EXAM yaitu proses uji kompetensi bagi calon tenaga kesehatan yang
sudah menyelesaikan pendidikannya dan akan memasuki dunia kesehatan.
C.
Undang-Undang
Praktik Implikasi Dalam Praktik Kebidanan
Praktik
kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat
otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode
etik bidan. Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan
mutunya.
Berkaitan
dengan praktik bidan terdapat reformasi peraturandengan ditetapkannya
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mencabut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 berkaitan praktik bidan,
dimana peraturan ini juga diperbaharui dan dicabut dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Berikut
ini isi dari BAB III Peraturan Menteri KesehatanNomor 1464/Menkes/
Per/X/2010 yang membahas tentang penyelenggaraan praktik.
Pasal
9Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang
meliputi :
- Pelayanan kesehatan ibu,
- Pelayanan kesehatan anak,
- Pelayaan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal
10
- Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dibrikan pada masa prahamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui da masa antara dua kehamilan.
- Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi :
a.
Pelayanan konseling pada masa prahamil,
b.
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal,
c.
Pelayana persalinan normal,
d.
Pelayanan ibu nifas normal,
e.
Pelayanan ibu menyusui, dan
f.
Pelayanan konseling pada masa antara dua
kehamilan.
3.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a. Episiotomi,
b. Penjahitan
luka jalan lahir tingkat I dan II,
c. Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan,
d. Pemberian
tablet Fe pada ibu hamil,
e. Pemberian
vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas,
f. Fasilitasian/bimbingan
inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif,
g. Pembrian
uterotonika pada maajemen aktif kala tiga dan post partum,
h. Penyuluhan
dan konseling,
i.
Bimbingan pada kelompok ibu hamil,
j.
Pemberian surat kematian, dan
k. Pemberian
surat keterangan cuti bersalin.
Pasal
11
1.
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan
anak pra sekolah.
2.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan
anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk :
a.
Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisisasi menyusu dini, injeksi vitamin K1,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 – 28 hari), dan perawatan tali
pusat,
b.
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk,
c.
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan
dengan perujukan,
d.
Pemberian imunisasi rutin sesuai program
pemerintah,
e.
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita
dan anak pra sekolah,
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan,
g.
Pemberian surat keterangan kelahiran, dan
h.
Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal
12 :Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk
:
1.
Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dan
2.
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal
13
1. Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan
yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi :
a. Pemberian
alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan,
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit,
b. Asuhan
antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu
dilakukan di bawah supervisi dokter,
c. Penanganan
bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan,
d. Melakukan
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan,
e. Pemantauan
tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah,
f. Melaksanakan
pelayanan kebidanan komunitas,
g. Melaksanakan
deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya,
h. Pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi, dan
i.
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan
program Pemerintah.
2.
Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit,
asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan
oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal
14
1.
Bagi bidan ayang menjalankan praktik di
daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2. Daerah
yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah kecamatan
atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Dalam
hal daerah sebagimana dimaksud pada ayat 2 telah terdapat dokter, kewenangan
bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku.
Pasal
15
1.
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota
menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program
Pemerintah.
2.
Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai
pelaksana program Pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal
16
1.
Pada daerah yang belum memiliki dokter,
Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan
minimal Diploma III Kebidanan.
2. Apabila
tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3. Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan
bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal
17
1.
Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus
memenuhi peryaratan meliputi :
a. Memiliki
tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan,
serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
b.
Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur
untuk persalinan, dan
c.
Memiliki sarana peralatan dan obat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan
peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum dalm lampiran peraturan
ini
Pasal
18
1.
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan
berkewajiban untuk :
a.
Menghormati hak pasien.
b.
Memberikan informasi tentang masalah
kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan:
c.
Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau
tidak dapat ditangani tepat waktu:
d.
Meminta persetujuan tindakan yang akan
dilakukan
e.
Menyimpan rahasia pasien sesuai peraturan
perundang undangan :
f.
Melakukan pencataatn asuhan kebidanan dan
peraturan lainnya secara sistematis.
g.
Mematuhi standar
h.
Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan
praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
2.
Bidan dalam menjalankan praktik/kerja
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
3.
Bidan dalam menjalankan praktik
kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
Pasal
19 :Dalam melaksanakan praktik/kerja bidan mempunyai hak :
1.
Memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar:
2. Memperoleh
informasi yang lengkap dan benar dati pasien dan/keluarganya;
3. Melaksanankan
tugas sesuai dengan kewenangan dan standar, dan
4. Menerima
imbalan jasa profesi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mutu
adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan
berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang
kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Bidan adalah seorang
yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara dan
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di
negara itu. Dia harus mampu meberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat
yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca
persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya
sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Mutu
pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan
dan kekurangan gizi.
B.
Saran
Diharapkan pada pembaca agar dapat meningkatkan pelayanan
yang baik serta dapat menambah pengetahuan tentang standar kompotensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar